Kab. Cirebon, Netsembilan.com
Tanah bengkok merupakan istilah yang lazim dalam tata kelola pemerintahan desa di Jawa untuk mendefinisikan tanah yang pengelolaannya diberikan kepada kepala desa dan perangkat desa sebagai gaji selama mereka menjabat. Selain itu, tanah bengkok biasanya ditatagunakan untuk kepentingan umum, menambah pendapatan asli desa, dan menjalankan fungsi sosial. Berkebalikan dengan tanah kas desa, tanah desa memiliki definisi baku yang diatur dalam Pasal 1 angka 26 Permendagri No. 1 Tahun 2016. Ketentuan tersebut menerangkan bahwa tanah desa merupakan tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa dampak yang signifikan dalam tata pemerintahan desa. Undang-undang ini memberi begitu banyak kewenangan kepada desa, salah satunya kewenangan dalam mengelola aset desa dalam rangka menambah sumber pendapatan desa. Pasal 1 angka 11 UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa aset desa merupakan barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Lebih lanjut Pasal 76 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa salah satu aset desa dapat berupa tanah kas desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa sebagai payung hukum pengelolaan aset desa dalam rangka menjamin ketertiban pengelolaan tanah kas desa. Salah satu ketentuan yang menarik ialah Pasal 6 ayat (1) Permendagri No. 1 Tahun 2016, yang memerintahkan agar seluruh aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama pemerintah desa.
Karena kebebasan aturan tersebutlah, disinyalir banyak oknum pemerintah desa yang dengan seenaknya menggunakan wewenang dalam pengelolaan tanah milik desa. Salah satu contoh nya yang terjadi di Desa Tegal Wangi Kecamatan WERU Cirebon, di desa ini Tanah bengkok dialih fungsikan menjadi tanah Titisara, dengan alasan tanah yang saat ini menjadi tanah Titisara tidak berpotensi untuk menunjang pendapatan, baik itu pendapatan asli desa atau PADes ataupun pendapatan penunjang bagi perangkat desa.
Cukup masuk akal alasan yang diutarakan tersebut, namun yang jadi permasalahan adalah tidak ada nya Perdes yang berkaitan dengan pengalih fungsian tanah bengkok menjadi tanah Titisara dikarenakan Perdes masih sedang dalam proses pembuatan, apalagi saat ini tanah tersebut telah disewakan kepada pihak ke - 3, yakni PT indoloyang dengan perjanjian kurun waktu sewa selama 20 tahun.
Oleh sebab itu, tim melakukan investigasi dan wawancara dari masyarakat setempat, hasil nya cukup mencengangkan. Semua narasumber membenarkan perihal informasi yang tim dapat berkaitan dengan tanah bengkok tersebut. Pun senada dengan narasumber yang berasal dari masyarakat, ketika kami mengkonfirmasi hal ini via telepon WhatsApp kepada salah seorang anggota BPD yakni PIPING. Beliau membenarkan hal tersebut dan menjelaskan bahwa pengalihan fungsi tanah desa tersebut, telah melalui musyawarah dengan masyarakat desa.
"Untuk peralihan fungsi tanah kami sudah membuat berita acaranya dan kami pun tidak sembarangan, kami mengikuti aturan yang ada, perubahan ini sudah melalui musdes bahkan sudah berkonsultasi dengan pak camat langsung. Apalagi saat ini tanah tersebut disewa oleh pihak ke 3 untuk kurun waktu 20 tahun ke depan, namun pembayarannya per tahun agar semua merasakan manfaatnya. Adapun kata pak camat tidak apa-apa tidak masalah untuk tanah tersebut berubah fungsi, yang penting masyarakat setuju dan ada berita acaranya. Perihal perjanjian sewa menyewa tanah silahkan saja lakukan walau belum Perdesnya belum keluar, sambil berjalan saja." Ujar PIPING menjelaskan
Namun tim masih merasa informasi yang di dapat belum cukup digali.
Akhirnya pada hari Rabu, 25/01/2023 tim berkesempatan konfirmasi langsung dengan Kuwu Tegal wangi, Iskandar. Di ruangannya, kami pun memberikan beberapa pertanyaan terkait pengalihfungsian tanah bengkok menjadi tanah Titisara. Kuwu pun menjawab semua pertanyaan kami dengan gamblang dan jelas bahwa pengalihfungsian tanah desa tersebut sudah ada Perdes nya dan surat kontrak sudah sama-sama di tanda tangani melalui Dono orang kepercayaan dari PT Indoloyang, bahkan masih menurut Kuwu Iskandar, uang sewa tersebut awalnya akan dipergunakan untuk rehab kantor desa. Hanya saja, tim merasa kaget, pasalnya keterangan serta jawaban yang diutarakan kuwu Iskandar berbanding terbalik dengan jawaban baik dari BPD maupun narasumber masyarakat setempat.
Ada apa dengan kesimpangsiuran jawaban perihal tanah milik desa ini? Bukankah seyogyanya tanah milik desa itu milik bersama antara perangkat desa dan masyarakat setempat dalam pengelolaan serta pemanfaatannya juga hasil yang di dapatnya. Kita lihat perkembangan selanjutnya saja.
Laporan : Tim