Netsembilan.com INDRAMAYU - Bupati Indramayu, Nina Agustina, bersama Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Indramayu, Aji Prasetya, menyerahkan data pendukung baru ke penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, di Bandung, Senin, 3 April 2023. Penyerahan data pendukung baru itu sekaligus peringatan bagi debitur nakal penunggak kredit macet.
Data pendukung baru itu adalah terkait kasus kredit macet pada Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja (BPR KR) Kabupaten Indramayu.
Data yang dibawa Nina dan Aji diserahkan langsung kepada Kepala Kejati Jawa Barat, Ade Tajudin Sutiawarman. Dengan diterimanya data pendukung baru, maka penyelidikan dan penyidikan kasus BPR KR Indramayu akan semakin dipertajam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jawa Barat, Sutan Sinomba, menyampaikan ungkapan terima kasihnya atas inisiatif bupati dan Kajari Indramayu menyerahkan data pendukung.
"Terima kasih untuk ibu bupati dan pak Kajari yang telah menyerahkan data-data, data dukung kepada kami," ujar Sutan.
Sutan menjelaskan data dukung baru akan dapat membantu penyidik Kejati Jawa Barat untuk melakukan pengembangan kasus kredit macet BPR KR Indramayu.
Hal lain, kata dia, data dukung tersebut juga akan digali dan dipelajari lebih dalam untuk membongkar praktik korupsi berkedok kredit di bank milik pemerintah daerah tersebut.
Sementara itu, Bupati Indramayu, Nina Agustina, mengatakan, penyampaian data pendukung ke Kejati menjadi bagian dari sikap Pemkab Indramayu dalam upaya pemberantasan korupsi. Tujuan lainnya, kata Nina, untuk membantu Kejati Jawa Barat, melakukan pengembangan pada kasus yang menjadi perhatian publik ini.
"Ini juga sebagai komitmen saya sebagai Kuasa Pemilik Modal untuk menyelamatkan BPR KR Indramayu agar nasabah tidak dirugikan. Konkretnya, kami mendukung setiap upaya hukum yang berproses saat ini. Tentu saja, kapan pun Kejati membutuhkan data dukung, kami siap memberikannya," tegas Nina.
Sekadar informasi, Kejati Jawa Barat telah menahan dua tersangka kasus korupsi BPR KR Indramayu. Dua tersangka itu adalah mantan Direktur Utama, S, dan seorang debitur berinisial DH. Keduanya dijerat pasal korupsi dengan catatan kerugian negara mencapai Rp30 miliar. Modusnya, yakni bersekongkol mencairkan kredit dengan prosedur tidak sesuai aturan yang berlaku. (Ari)