NET9-JAKARTA- Oleh: Ngadino (BRIN)
Dua puluh tahun lalu, dunia arkeolog digemparkan dengan temuan spesies baru manusia purba di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 2 September 2003 di Liang Bua, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, tim peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Nasional (Pusat Riset ini sekarang telah bergabung ke dalam Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra – Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN) menemukan spesies manusia purba yang mereka beri nama Homo floresiensis.
Pada saat itu sisa-sisa kerangka hominin kecil yang sebelumnya tidak diketahui, diekskavasi oleh tim gabungan arkeolog Indonesia dan Australia di Liang Bua. Ditemukan kira-kira enam meter di bawah lantai gua. Sisa-sisa kerangka menunjukkan morfologi yang sangat primitif, bersama dengan sejumlah besar artefak batu dan sisa-sisa fauna jaman Pleistosen, seperti gajah purba kerdil yang telah punah (Stegodon florensis insularis), komodo (Varanus komodoensis), bangau raksasa (Leptoptilos robustus), burung nasar (Trigonoceps sp.), dan tikus raksasa (Papagomys sp.).
Gambar 1: Foto gua Liang Bua tempat ditemukannya fosil Homo floresiensis. (sumber foto dari website Kemenparekraf, link: https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/liang_bua )
Pada tahun 2004, spesimen manusia purba ini dipublikasikan sebagai spesies baru, yang disebut Homo floresiensis dan diberi julukan “Hobbit” karena berbadan kecil dengan tinggi badan kurang lebih setinggi pinggang manusia modern. Sejak saat itu, temuan ini membangkitkan minat dan perdebatan ilmiah di kalangan ilmuwan di seluruh dunia, dan telah disiarkan secara luas di media.
Spesies manusia purba ini hidup dan menghilang dari Liang Bua sekitar 100.000 hingga 60.000 tahun yang lalu, diikuti oleh beberapa letusan gunung berapi sekitar 50.000 tahun yang lalu. Peristiwa letusan yang menandai periode pertama kali manusia modern muncul, sekitar 46.000 tahun yang lalu.
Gambar 2. Tengkorak dan mandibula Homo Floresiensis pada pandangan lateral, dan tengkorak pada pandangan frontal, posterior, superior dan inferior (sumber foto: Brown P et al. 2004. A new small-bodied hominin from the Late, Article in Nature · 2004)
Ciri-ciri manusia purba Liang Bua adalah mempunyai ciri tengkorak yang panjang, berukuran kecil, dan dengan volume otak kurang lebih 380 cc berada jauh di bawah Homo Erectus ( 1000 cc ), bahkan berada di bawah volume otak simpanse (380 cc), sedangkan manusia modern Homo Sapiens (1400 cc). Tinggi badan Hobbit kurang lebih satu meter dengan berat badan hanya 25 kg.
Gambar 3: Foto kerangka Homo floresiensis , ditata dengan perkiraan posisi anatomis.
(foto dari Citation: Baab, K. L. (2012) Homo floresiensis: Making Sense of the Small-Bodied Hominin Fossils from Flores . Nature Education Knowledge 3(9):4)
Kepurbakalaan di Indonesia
Dengan banyaknya temuan benda-benda arkeologi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, membuktikan bahwa negara kita kaya akan benda-benda purbakala dan masih banyak yang belum terjamah. Sementara benda-benda purbakala tersebut bisa dijadikan aset nasional yang sangat berharga.
BRIN sebagai institusi pemerintah yang mewadahi para periset, memiliki tanggung jawab memajukan berbagai riset termasuk riset-riset yang berkaitan dengan arkeologi. Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko saat menghadiri peringatan 20 tahun penemuan Homo Floresiensis di kantor BRIN Jakarta mengatakan bahwa riset arkeologi kita akan masuk ke program jangkar platform eskavasi, sehingga hal ini akan memberikan garansi bahwa arkeolog mendapatkan platform yang permanen dan mampu menyelesaikan satu lokasi secara tuntas.
Gambar 4. Kepala BRIN saat melakukan kunjungan pameran hasil Riset Liang Bua dan koleksi purbakala di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2023 lalu (sumber foto: Humas BRIN)
Tahun depan eskavasi akan fokus ke daerah aliran Sungai Bumi Ayu - Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dan situs Bongal Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Situs eskavasi nanti akan menjadi Kawasan Stasiun Lapangan dan tentunya akan menjadi kantor BRIN.
Disamping membuat platform, BRIN juga akan membangun infrastruktur, dimana salah satunya adalah fasilitas Carbon Dating yang sudah siap untuk diinstall. BRIN juga sudah mempunyai peralatan material sains yang sudah lengkap. Salah satu infrastruktur working collection, tahun depan direncanakan juga akan dibuatkan gedung koleksi khusus untuk artefaks di Cibinong, Jawa Barat. BRIN juga menyediakan fasilitas laboratorium yang terletak di Kampus Kawasan Sains Raden Panji Sujono Jakarta.
Disamping melakukan eskavasi, BRIN juga akan melakukan edukasi dan regenerasi. Namun yang menjadi masalah saat ini adalah bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki jurusan Arkeologi masih sangat sedikit. Padahal potensi sumber daya arkeologi kita sangat besar dan perlu pengelolaan secara serius untuk bisa menjadi aset mahal bagi bangsa ini.
Untuk mengatasi kekurangan SDM, rencananya BRIN akan memanggil anak-anak fresh graduate untuk dilakukan edukasi yang mengarah ke arkeologi (meskipun bukan dari jurusan arkeologi). Setelah tamat S3 diharapkan nanti akan menjadi arkeolog-arkeolog handal yang dimiliki Indonesia. Kepala BRIN juga menyarankan kepada PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) untuk memiliki jurusan Arkeologi.
Selama dua puluh tahun ini, banyak aspek arkeologi Liang Bua yang telah terungkap, sehingga membawa kita pada pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan dan hilangnya Homo Floresiensis. Di sisi lain, penelitian yang sedang berlangsung tentu akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan yang perlu dijawab dalam waktu dekat.
Banyaknya temuan-temuan benda-benda purbakala dari para peneliti kita maupun luar negeri di wilayah Indonesia, menunjukkan negara kita ini memiliki begitu banyak sumberdaya arkeologi, bahkan masih banyak yang belum terjamah. Untuk itu diperlukan SDM-SDM handal untuk mengelolanya supaya sumber daya yang ada tersebut bisa kita eksplorasi menjadi aset negara yang sangat berharga dan bisa diwariskan untuk generasi anak cucu kita mendatang.
Laporan : Yudi Jaya Langit