Iklan

Iklan

Yahudi, Jawa dan Karakter Integral

klikindonesia
8 Nov 2023, 11:09 WIB Last Updated 2023-11-08T04:09:51Z


Netsembilan.com // Penulis Lepas Yogyakarta
Yahudi dan Jawa merupakan penyandingan dua suku bangsa yang tidak seimbang. Meski tidak seimbang, namun satu sisi keduanya sama-sama berbeda memiliki posisi (derajat) klan yang menyebar dan pada saat yang sama menyatu satu sama lain sebagai satu suku bangsa dengan semangat (juang) yang sama.

Sebut saja berbeda pada sisi kerohanian atau spiritualitas. Sebagai suatu kelompok, Yahudi berakar pada spiritual profetik. Dikatakan dalam sejarah keturunan dari Israel yang tidak lain adalah Ishak, meski tidak termasuk nabi dengan kategori berazam atau berkeinginan kokoh/kuat (“ulul ‘azmi”), perjalanan kenabian, terkhusus keturunan Ishak memiliki kisah yang cukup mengambil porsi banyak dalam al-Qur’an, sebut saja kisah Daud, Yusuf dengan Benyamin dan saudara lainnya, Musa dan lain sebagainya.

Artinya, apa yang disebut penulis dengan istilah spiritual profetik pada keturunan Israel mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Spiritual dengan corak kenabian oleh beberapa nabi dalam perjalanan sejarah yang mengakar kuat. Lantaran panjang dan mengakar, maka Israel atau Yahudi dalam kehidupan juga telah mengalami berbagai cobaan dan tantangan, berikut juga teguran, peringatan atau pengajaran dari para nabi.
Namun apa sebenarnya yang menjadikan keturunan para Nabi yang kemudian menamakan diri Yahudi tersebut justru mengalami ironi? Yaitu kondisi yang kontras dengan pengalaman spiritual yang panjang serta kematangan dengan berbagai persoalan yang dikaitkan dengan kelompok ini seperti peperangan Romawi dengan Yahudi, antara Muslim dan Yahudi di akhir zaman, dan bahkan diakibatkan oleh Bani Israel sendiri seperti peperangan yang dapat terjadi secara insidental setiap saat di Palestina.

Meski tentu, keabsahan spiritualitas sulit diukur dalam kaca mata sains atau kebijaksanaan terkait validitas dan pengungkapannya dalam bahasa ilmiah lantaran lebih kepada rasa (”dzauq”), dikatakan mengalami puncaknya pada pengalaman keagamaan Yahudi. Namun dalam banyak ayat di katakan mereka justru melakukan pelanggaran hukum yang ditetapkan Allah. Tidak hanya bersifat membangkang berupa tidak taat atas apa yang diperintahkan kepada mereka, namun pada berbagai kesempatan mereka juga bersikap “keras kepala”, bahkan membunuh para nabi yang sebenarnya alasan diutus antaranya lantaran diminta oleh mereka juga.
Secara spiritual, boleh-boleh saja dianggap dewasa namun bukan berarti matang beragama ketika aspek lain diabaikan, seperti hukum. Rasulullah merangkumkan keduanya bahkan lebih dari itu dengan akhlak. Sebagai cerminan bukan hanya ilmu, namun juga pendalaman spiritual dan pengamalan keagamaan secara keseluruhan.

Lalu bagaimana dengan dengan Jawa? Jawa, spiritualitas tradisional khas Jawa memiliki tempat tersendiri dalam pengalaman keagamaan khususnya spiritualitas. Perjalanan keagamaan atau lebih tepat pendalaman terdapat dalam jejak perjalanan kehidupan masyarakatnya, baik di tanah Jawa sendiri maupun masyarakat yang telah hidup dan tinggal di luar Jawa.
Adapun integral, adalah paham yang dianut dalam berbangsa dan bernegara. Integral yang dapat ditemukan adalah kekuasaan. Indonesia sendiri menganut paham integral dalam berbangsa dan bernegara. Meski terdapat banyak paham atau corak yang menjadi semangat dalam berhubungan sosial sepanjang wilayah/daerah di Nusantara, namun dalam berbangsa dan bernegara paham yang diakui adalah integral atau kekuasaan.
Maka tidak heran, kelompok yang menganut paham ini memiliki kesempatan besar untuk melakukan penguasaan terhadap bangsa lain, meski bangsa tersebut juga besar, lebih kuat, atau memiliki SDA lebih kaya, dengan paham integral dua kelompok baik Jawa maupun Yahudi terbukti lebih adikuasa dari kelompok lain semisal konflik di Palestina, meski dunia menyaksikan berbagai kebrutalan dan kekejian di sana, namun tetap tidak bisa berbuat apa-apa.
Atau pencalonan dan pemilihan presiden di Indonesia, khususnya untuk tahun 2024, meskipun isu ras sering kali ditepis serta beberapa calon bahkan dipandang tidak rasional untuk memimpin republik yang besar ini, namun kenyataannya tetap tidak terelakkan, bahwa Jawa masih senantiasa mendominasi.

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Yahudi, Jawa dan Karakter Integral

Terkini

Iklan