Subang-BRIN. Pengelolaan dan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna (TTG) merupakan salah satu program Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Program TTG merupakan program strategis untuk mensejahterakan masyarakat karena dapat menambah lapangan kerja, menambah produktivitas masyarakat, dan bertambahnya inventor-inventor baru. Pelaksanaan program pengelolaan TTG dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan sasaran yang ada. Program Studi Tiru merupakan program yang dijalankan Desa untuk meningkatkan kapasitas perangkat desa dan BPD.
TTG merupakan lembaga yang peruntukannya untuk menghasilkan riset-riset yang bermanfaat untuk masyarakat khususnya untuk pengembangan UMKM di daerah-daerah. Hal tersebut karena sesuai kebutuhan, menjawab permasalahan, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara secara mudah, dan menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan, sambut Achmat Sarifudin selaku Kepala Pusat Riset Teknologi Tepat Guna (PRTTG)-BRIN pada pemberian sambutan/pengantarnya kepada para peserta Studi Tiru Posyantekdes dan Unsur Dinas PMD Kabupaten Kutai Kartanegara-Kalimantan Timur, pada hari Jum’at (01/12).
“Pada dasarnya TTG yang ditujukan untuk masyarakat miskin adalah teknologi yang pro-poor. Berdasarkan kenyataan bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat miskin dan kemampuan adopsi teknologinya, maka solusi teknologi yang dibutuhkan merupakan teknologi sederhana, tentu dengan beberapa pengecualian”.
Kemudian Achmat menyampaikan pemaparan materi terkait bagaimana TTG dapat mendorong pengembangan UMKM?. Ia jelaskan bahwa hal ini dapat dilakukan mulai dari identifikasi potensi lokal, seleksi teknologi dan materi pelatihan, seleksi peserta pelatihan, praktek teknologi proses dan pemanfaatan TTG, pembentukan UMKM, dan pegembangan UMKM. Selanjutnya ia berikan/tampilkan beberapa contoh misal; desiminasi TTG bidang energi dan lingkungan dengan melihat potensi lokal (potensi PLTM-Mikrohidro), diseminasi TTG bidang pengolahan pangan potensi lokal, implementasi TTG formula dan alat pencetak pakan unggas pada UKM ayam pedaging-Dawuan-Subang, pengembangan agribisnis terpadu pada UKM sapi potong-Compreng Subang, dan seterusnya ia tampilkan beberapa contoh peralatan TTG yang ada di PRTTG, ungkap Achmat.
Lebih lanjut Achmat jelaskan bagaimana pengalaman diseminasi TTG oleh sivitas Ex-KL, hal ini ia jelaskan agar para peserta Studi Tiru Posyantekdes dapat mengetahui dan memahami tentang pengembangan teknologi mekanisasi pengolahan Sorgum (RPIK Sorgum), inovasi alsintan untuk percepatan pengembangan agro industri sagu, pengembangan pengering, pengembangan alsin pembuat mie sagu, pengembangan mesin pembuat mie sagu, dan pengembangan produk olahan. Kegiatan ini ia sampaikan terkait Studi Tiru bagaimana implementasinya yang dilakukan di beberapa daerah misal; Kalimantan Tengah dan Sorong Barat. Hal tersebut terkait beberapa riset teknologi yang dilakukan pada PRTTG, yaitu ; teknologi pengolahan mie non terigu dengan teknologi ektruksi, teknologi peralatan dan pengolahan kopi, teknologi pengolahan pisang, teknologi peralatan dan pengolahan coklat, teknologi pengolahan buah-buahan, teknologi pengolahan makanan instant berbasis tepung, dan teknologi pengeringan dan penepungan, jelas Achmat.
Sementara Yusran Dharma selaku Sekretaris DPMD Kabupaten Kutai Kartanegara-Kalimantan Timur menyampaikan sambutan, bahwa ia merasa senang dan berterimaksih atas sambutan dan terlaksananya kegiatan kunjungan ke PRTTG, dalam kegiatan ini ia berharap banyak belajar dari PRTT terkait riset-riset apa saja yang dapat mendorong pengembangan UMKM di daerah-daerah. Oleh karenanya ia beserta sebayak 62 orang peserta Studi Tiru yang berasal dari; BAPPEDA, Kecamatan, Desa (1/3) dan Posyantek datang ke PRTTG untuk mendalami hasil-hasil riset yang dapat dimanfaatkan khususnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat di desa-desa.
“Kegiatan Studi Tiru merupakan konsep baru di Kabupaten Kutai Kartanegara, hal ini dilakukan dengan tujuan yaitu bagaimana mengembangkan teknologi tepat guna yang bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan di desa-desa, ramah lingkungan, bisa menjawab kondisi-kondisi/tuntutan sosial yang semakin meningkat, dan untuk menumbuh kembangkan perekonomian di desa-desa khususnya di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara”, ungkap Yusran.
Arie Sudaryanto sebagai periset PRTT-BRIN menyampaikan materi pembelajaran tentang bagaimana “Posyantek Membangun Desa?”. Keterkaitan tersebut ia sampaikan pengalamannya di bidang riset dan penerapan TTG sejak tahun 1190-2023 di beberapa daerah di Indonesia. Capaian karya paten dapat diraihnya bersama tim periset PRTTG lainnya pada; Mesin Pulper Kopi, Mesin Roaster Kopi, Mesin Grinder Kopi, Fermentor Kopi, Drum Dryer, Burner Injektor Uap, Mesin Pemusnah Sampah, dan lain-lain, ungkap Arie.
Kemudian Arie menjelaskan, “bagaimana peran kelembagaan Posyantekdes dari sisi landasan hukum, peran TTG dalam pengembangan potensi desa, peran Posyantek dalam meningkatkan ekonomi desa. Hal tersebut ia sampaikan sesuai amanat Permendesa PDTT: No. 23 Tahun 2017 tentang; optimalisasi SDA desa, memajukan ekonomi desa, penguatan kapabilitas masyarakat, dan peningkatan partisipasi masyarakat. Landasan tersebut ia sampaikan agar peserta Studi Tiru dapat memahami payung hukum dan bagaimana pembentukan, pengembangan, dan penguatan kelembagaan desa melalui Posyantek”, jelas Arie.
“Permendesa pasal 11 bahwa pengelolaan SDA Desa melalui penerapan TTG, bertujuan untuk; meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meningkatkan pendapatan pemerintah desa, dan meningkatkan nilai tambah produk”.
“Isu dan tantangan dalam pengelolaan SDA Desa, yaitu kurangnya informasi dan penguasaan terhadap TTG, masih rendahnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat desa, terbatasnya kapasitas kelembagaan desa kelurahan, dan belum optimalnya pemanfaatan SDA Desa untuk kepentingan masyarakat lokal, sementara dari sisi masalah pada pembangunan kawasan pedesaan dikarenakan; kurang optimalnya alih teknologi hasil riset/inovasi TTG dengan masyarakat pengguna, keterbatasan tingkat pemahaman TTG, belum optimalnya perhatian instansi terkait dalam mengimplementasikan kebijakan pemanfaatan dan pengembangan TTG, kurangnya data dan informasi tentang sumber perolehan TTG perdesaan, pemanfaatan TTG perdesaan belum digunakan pada kegiatan usaha skala bisnis, dan belum adanya upaya untuk melakukan pendekatan yang sistematis kepada para penyelenggara program CSR TTG, jelas Arie.
Pada kesempatan ini Yogtavia Kurniadewi dari Direktorat Pengembangan Kompetensi BRIN menyampaikan materi tentang proses bisnis pengembangan kompetensi di lingkungan BRIN, yaitu mulai dari program pengembangan kompetensi, pelatihan pembuatan peralatan berbasis TTG, peserta, pengajar, pembiayaan, keuntungan dan narahubung. Hal tersebut ia sampaikan agar peserta dapat memahami proses bisnis dalam rangkaian pelatihan TTG yang mencakup untuk; mampu merancang, merakit, dan menguji peralatan TTG yaitu berupa peralatan mesin pertanian dan pangan sesuai dengan kaidah perancangan serta sesuai prosedur dan keselamatan kerja, ungkap Yogtavia. (sp).